Orangutan adalah mamalia pemanjat pohon terbesar di dunia.

Orangutans once inhabited an ide stretch of Southeast Asia, roaming as far north as southern China and as far south as the Indonesian island of Java. But today Asia’s great ape is confined to just two islands, Borneo and Sumatra. Their dense forest home makes it difficult to determine population size, but the Bornean orangutans are estimated to number around 54,000 individuals.

Dahulu, orangutan mendiami banyak wilayah di Asia Tenggara, menjelajahi wilayah utara sejauh daerah Cina Selatan hingga ke wilayah selatan Kepulauan Jawa di Indonesia. Namun kini, kera besar dari Asia ini hanya terdapat di dua pulau, Kalimantan dan Sumatra. Habitat mereka yang padat di hutan menyulitkan penghitungan jumlah populasinya, namun orangutan Borneo diperkirakan mencapai sekitar 54.000 ekor.

Kami telah bekerja sama dengan organisasi-organisasi lokal dan internasional dalam pelestarian orangutan, termasuk dengan institusi riset, badan pemerintah, dan masyarakat lokal melalui cara berikut:

Melestarikan habitat orangutan	Kami berusaha mengamankan area konservasi kami dan membuat lanskap hutan yang terhubung dengan banyak koridor.
Kerja sama dengan masyarakat	Kami bekerja sama dengan masyarakat untuk mengurangi dampak negatif pada habitat dan populasi orangutan. Dampak tersebut dapat dikurangi melalui tindakan-tindakan seperti menanam pohon berbuah, menjaga agar pohon-pohon tersebut tetap utuh, mengendalikan perburuan, dan menyelamatkan orangutan dari para pedagang.
Mengurangi konflik antara manusia dan orangutan	Kami bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat untuk menjaga agar orangutan tetap berada di luar area pertanian dan pengembangan area kami dijalankan di tempat yang berada sejauh mungkin dari habitat orangutan.

Kebakaran di hutan hujan tropis dapat mengubah bentang alam dan berdampak pada komposisi, struktur, regenerasi, dan potensi pemulihan hutan. Di hutan tanaman, api mungkin hanya membakar bagian lantai hutan, menghancurkan vegetasi tanah dan pepohonan muda, namun pohon yang lebih besar tidak akan rusak, karena kulit kayu yang tebal akan melindunginya. Dalam keadaan tersebut, pohon-pohon yang tersisa dapat beregenerasi dengan sangat cepat. Namun, dalam keadaan kering, saat serasah tanaman di tanah dapat menjadi sumber bahan bakar, nyala api yang cukup panas mampu mencapai puncak pohon di hutan dan menyebar dengan cepat ke wilayah yang lebih luas. Dalam keadaan seperti ini, kebakaran hutan dapat memengaruhi margasatwa, kesehatan, cadangan karbon, emisi, serta kehidupan masyarakat.

Untuk mencegah kebakaran hutan yang dapat merusak kelestarian hutan, kami telah mengembangkan pedoman untuk pengendalian kebakaran hutan dan menerapkan “Kebijakan Lahan Tanpa Bakar” (Zero Burning Policy) secara ketat serta membuat investasi-investasi yang nyata untuk mencegah adanya kebakaran hutan. Kegiatan pelatihan untuk karyawan kami juga dilaksanakan secara rutin untuk memberikan pengetahuan dan teknik dalam pemadaman kebakaran. Banyak orang di dalam masyarakat setempat turut memainkan peran penting dalam mencegah kebakaran hutan dengan respon yang cepat dalam memadamkan api ketika kebakaran hutan terjadi, sehingga kami secara aktif membantu pengembangan program-program pengelolaan kebakaran berbasis desa dengan melakukan pelatihan serta kampanye kepada masyarakat. Melalui kegiatan ini, masyarakat setempat dapat memperoleh pengetahuan dasar dalam mencegah kebakaran hutan dan secara aktif mendukung aktivitas-aktivitas pemadaman ketika kebakaran terjadi.